Minangkabau

                 
         


    Asal usul minangkabau berasal dari dua kata, minang dan kabau. Konon katanya pada suatu masa ada satu kerajaan asing yang datang dari laut akan melakukan penaklukan. Untuk mencegah pertempuran, masyarakat setempat mengusulkan untuk mengadu kerbau. Pasukan asing tersebut menyetujui dan menyediakan seekor anak kerbau yang lapar dengan diberikan pisau pada tanduknya.dalam pertempuran, anak kerbau yang lapar itu menyangka kerbau besar tersebut adalah ibunya. Maka anak kerbau itu langsung berlari mencari susu dan menanduk hingga mencabik cabik perut kerbau besar tersebut. Kemenangan itu menginspirasikan masyarakat setempat memakai nama minangkabau, yang berasal dari ucapan ‘manang kabau’ (artinya menang kerbau).
            Dalam bahasa minangkabau dengan menggunakan bahasa melayu,tetapi ada yang menganggap bahasa yang dituturkan masyarakat sebagai bagian dari alek melayu,karena banyaknya kesamaan kosakata dan bentuk tuturan didalamnya. Sementara yang lain justru beranggapan bahwa bahasa ini merupakan bahasa mandiri yang berbeda dengan bahasa melayu.
            Dalam kebudayaan padang juga memiliki banyak seni salah satunya adalah seni tari daerah yang diberi nama Tari Piring atau bahasa Minangkabaunya Tari Piriang. Beberapa tahun yang lalu, pemerintah sumatra barat menobatkan tari piring menjadi salah satu aset untuk menarik perhatiaan wisatawan yang berkunjung ke sumatra barat (padang). Pada awalnya, tari piring dilakukan oleh perempuan dan laki-laki untuk membawakan sesembahan kepada para dewa sebagai wujud rasa syukur atas masa panen yang memberikan hasil sangat memuaskan. Menari dengan sangat lincah sembari memegang piring-piring ditelapak tangannya. Terdapat tiga jenis variasi gerakan dalam seni tari piring, yaitu tupai bagaluik (tupai bergelut), bagalombang (bergelombang), aka melilik (akal melilit). Namun seiring masuknya agama islam maka tarian ini mengalami pergeseran sehingga tidak lagi untuk menyembah dewa melainkan untuk ditampilkan dalam acara hajatan ataupun juga acara pernikahan, acara khusus untuk masyarakat sumatra barat, dan menyambut kedatangan tamu yang penting,lalu sekarang hanya dilakukan oleh perempuan-perempuan yang berdandan cantik dan dilengkapi dengan cincin-cincin yang melingkar dijemari jemari penarinya.

             Sungguh sayang sekali jika belum melihatnya secara langsung para penari bergerak sangat cepat,atraktif,penuh semangat dan sangat indah dengan piring-piring yang sama sekali tidak bergoyang apalagi terjatuh. Kostum penari biasanya berwarna yang cerah-cerah sehingga mendukung kemeriahan acara. Anda juga mendengar irama khas yang dihasilkan dari suara dentingan antara piring yang dipegang dengan cincin yang dikenakan dijari penari. Kemudian dipertengahan pertunjukkan bersiap untuk menahan napas, sebab akan ada atraksi lempar piring. Ya, piring-piring yang dipegang sang penari sengaja dilemparkan sangat tinggi keudara kemudian pecahannya diinjak dengan gerakan tari yang terus dilanjutkan. Ajaibnya, tidak akan ada satu luka pun dikaki para penari sekalipun mereka menginjaknya dengan kaki telanjang. Secara umum, penari dalam tarian tradisional ini berjumlah ganjil, antara tiga,lima,atau tujuh penari.

Narasumber : Ibu

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Konsep Global Village menurut Marshall McLuhan

Kebudayaan Toraja